Orang bilang pelaku pertama suatu ide adalah ‘trend setter’ (sang penentu), apalagi bila ada orang lain yang mengakui idenya bagus, lalu mengikutinya. Pengikut disebut ‘epigon’ (sang pengekor).
Dalam debat ke-1 Pilpres di Balai Sarbini, ketika temanya sampai ke urusan membangun pemerintahan yang bersih, kedua pasangan sama-sama menyinggung pentingnya penguatan KPK. Ini bisa dimaklumi sebab KPK, selain lembaga hukum lainnya merupakan lembaga istimewa ‘penyapu’ korupsi yang diakui keberadaannya. Bodoh kalau ada pasangan melupakannya.
Yang menarik, ketika Prabowo mengemukakan konsep teoritis yang normatif, dan muter-muter, tentang pencegahan korupsi, Jokowi tampil dengan ide solutif praktis: penggunaan teknologi IT untuk aplikasi e-government yang menggabungkan e-budgetting, e-procurement, e-monitoring dsb.. Prabowo baru kemudian menyadari hal itu, dan pada kesempatan berikutnya mengakui ide penggunaan IT itu sebagai ide bagus. Itu hanya satu misal,.
Kini kita lihat dalam konteks tim. Ketika tim Jokowi-JK sudah jauh-jauh hari sebelum masa kampanye mengemukakan konsep partisipasi rakyat dalam penghimpunan dana kampanye, kini sepekan setelah kampanye berjalan barulah timses Prabowo-Hatta mulai buka rekening untuk menghimpun sumbangan masayarakat.
Konon pihak PKS pernah mewanti-wanti pihak Prabowo-Hatta jangan melakukannya karena dianggap membebani rakyat, dan bahkan Mahfud MD menilainya sebagai perilaku ‘meminta-minta’ yang tidak patut diteladani. Tim Jokowi-JK telah lebih dahulu ‘melihat’ apa yang tidak Prabowo-Hatta mampu ‘melihatnya’: justru dengan modus itu, bukan uangnya yang diinar, namun semangat partisipasi rakyat hendak dibangun dan diberdayakan.
Bukankah salah satu nilai penting demokrasi adalah ‘partisipasi sukarela’ ketimbang ‘mobilisasi’ ala Orde Baru? Malah ada satu hal lain: Tim Jokowi-JK ‘melihat’ penggalangan dana partisipatif masyarakat dapat menjadi penangkal bagi pencegahan timbulnya tekanan-tekanan politik bila jadi terpilih: dalam menjalankan roda pemerintahan, kelak akan memperkuat kemandirian pemerintah sekaligus menjadi kekuatan untuk menghindari tekanan-tekanan politik yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini, Tim Jokowi-JK adalah ‘trend setter’, dan tim Prabowo-Hatta adalah ‘epigon’.
Ada juga sosialisasi nilai yang sama sekali bertentangan ‘diametral’. Dalam suatu kampanye Prabowo menganjurkan ‘bila ada serangan fajar, ambil saja uangnya, jangan pilih orangnya’. Padahal Jokowi sebaliknya, dia jelaskan ‘kalau ada bagi-bagi uang, laporkan saja, sebab pemberi dan penerima uang bisa dilaporkan sebagai kejahatan’….
Artikel ini saya ambil dari sebuah komentar di facebook. Coba langsung ke TKP.
Dalam debat ke-1 Pilpres di Balai Sarbini, ketika temanya sampai ke urusan membangun pemerintahan yang bersih, kedua pasangan sama-sama menyinggung pentingnya penguatan KPK. Ini bisa dimaklumi sebab KPK, selain lembaga hukum lainnya merupakan lembaga istimewa ‘penyapu’ korupsi yang diakui keberadaannya. Bodoh kalau ada pasangan melupakannya.
Yang menarik, ketika Prabowo mengemukakan konsep teoritis yang normatif, dan muter-muter, tentang pencegahan korupsi, Jokowi tampil dengan ide solutif praktis: penggunaan teknologi IT untuk aplikasi e-government yang menggabungkan e-budgetting, e-procurement, e-monitoring dsb.. Prabowo baru kemudian menyadari hal itu, dan pada kesempatan berikutnya mengakui ide penggunaan IT itu sebagai ide bagus. Itu hanya satu misal,.
Kini kita lihat dalam konteks tim. Ketika tim Jokowi-JK sudah jauh-jauh hari sebelum masa kampanye mengemukakan konsep partisipasi rakyat dalam penghimpunan dana kampanye, kini sepekan setelah kampanye berjalan barulah timses Prabowo-Hatta mulai buka rekening untuk menghimpun sumbangan masayarakat.
Konon pihak PKS pernah mewanti-wanti pihak Prabowo-Hatta jangan melakukannya karena dianggap membebani rakyat, dan bahkan Mahfud MD menilainya sebagai perilaku ‘meminta-minta’ yang tidak patut diteladani. Tim Jokowi-JK telah lebih dahulu ‘melihat’ apa yang tidak Prabowo-Hatta mampu ‘melihatnya’: justru dengan modus itu, bukan uangnya yang diinar, namun semangat partisipasi rakyat hendak dibangun dan diberdayakan.
Bukankah salah satu nilai penting demokrasi adalah ‘partisipasi sukarela’ ketimbang ‘mobilisasi’ ala Orde Baru? Malah ada satu hal lain: Tim Jokowi-JK ‘melihat’ penggalangan dana partisipatif masyarakat dapat menjadi penangkal bagi pencegahan timbulnya tekanan-tekanan politik bila jadi terpilih: dalam menjalankan roda pemerintahan, kelak akan memperkuat kemandirian pemerintah sekaligus menjadi kekuatan untuk menghindari tekanan-tekanan politik yang tidak dikehendaki. Dalam hal ini, Tim Jokowi-JK adalah ‘trend setter’, dan tim Prabowo-Hatta adalah ‘epigon’.
Ada juga sosialisasi nilai yang sama sekali bertentangan ‘diametral’. Dalam suatu kampanye Prabowo menganjurkan ‘bila ada serangan fajar, ambil saja uangnya, jangan pilih orangnya’. Padahal Jokowi sebaliknya, dia jelaskan ‘kalau ada bagi-bagi uang, laporkan saja, sebab pemberi dan penerima uang bisa dilaporkan sebagai kejahatan’….
Semakin tumbuh besar dan tinggi pohon itu, semakin besar pula terpaan angin yang,menghantam. Tanda-tanda kemenangan semakin nyata...Setiap fitnah, ejekan, hasutan dan celaan yang ditujukan ke KITA merupakan nilai tambah untuk kemenangan KITA, karena Rakyat semakin dewasa dan cerdas...Sehingga dukungan untuk Jokowi-Jk mengalir semakin deras... Rapatkan Barisan dan Tetap Semangat...Salam Dua Jari :)PEACE LOVE AND ENJOY. (sumber facebook)Disclaimer :
Artikel ini saya ambil dari sebuah komentar di facebook. Coba langsung ke TKP.
Support Blogku Yang Lain Ya:
Bang Ancis Online ▷ Bang Ancis Googel ▷ Bang Ancis Kelana - Bang Ancis Ngelag ▷ Bang Ancis Ngeseo ▷ Bang Ancis Ngeblog ▷ Bang Ancis Pengelana ▷ Bang Ancis Online WP ▷ Bang Ancis Ama ▷ Ayo Talk ▷ Fresh Screen Saver ▷ Panda Victim ▷ Fransisca Romana ▷ Gelora Nusantara ▷ Mountain Comp ▷ Ngagetin ▷ Kalapa Mati ▷ She Sparkling ▷ Bangpress Blog ▷ Suap Daging Impor ▷ Dofollow Backlink ▷ Kesah Dylla ▷ Seo Fighters ▷ Daily News ▷ Radar Berita ▷ Blogger SEO Tool ▷ Blebunk